Beranda | Artikel
Tidak Kuat Puasa Dan Teknis Pembayaran Fidyah
Kamis, 16 Mei 2019

TIDAK KUAT PUASA DAN TEKNIS PEMBAYARAN FIDYAH

Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA

Pertanyaan.
1. Ustad, saya mau bertanya, istri saya selama satu bulan Ramadhan tidak bisa puasa karena tiap hari muntah-muntah (sedang hamil). Apakah fidyahnya dihitung tiap hari tujuh ons beras kali satu bulan? Dalam pentasarufan (pembagian)nya dapat diberikan kepada banyak orang miskin? Apakah cukup kepada satu orang saja? Mohon jawabannya, syukran

2. Ustadz, saya mempunyai seorang keponakan perempuan yang sedang menyusui bayi dan seorang bapak yang sudah tua, sehingga mereka tidak bisa berpuasa. Kira-kira, bila berupa uang atau bahan makanan pokok, berapakah dan bagaimanakah tehnis pembayarannya?
Bolehkah bila kami satukan pembayarannya ke pengurus masjid kampung kepada amil zakat yang sedang mengurusi zakat fitri? jazakallah khairan

Jawaban.
Semoga Allâh Azza wa Jalla membimbing kita semua kepada ketaatan dan semangat untuk mendalami agama-Nya. Jawaban dari dua penanya di atas kami jadikan satu dalam jawaban berikut.

Orang yang tidak mampu untuk berpuasa karena sudah tua, atau hamil atau menyusui, diwajibkan untuk membayar fidyah, sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan mereka yang keberatan untuk berpuasa hendaknya membayar fidyah berupa memberi makan kepada orang miskin[1]

Yang dimaksud adalah rasa berat yang luar biasa, karena setiap orang yang berpuasa tentu merasakan berat.

Saat menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu mengatakan :

وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا

Wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika khawatir dan mereka wajib memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. [HR al-Baihaqi dalam kitab Sunan as-Shagîr, no. 1351, dihukumi hasan oleh al-Bushiri dan Ibnu Hajar rahimahullah , dihukumi shahih oleh al-Albani][2]

Dan dalam riwayat yang lain beliau mengatakan,

لاَ بَأْسَ تُفْطِرُ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ فِي رَمَضَانَ الْيَوْمَ بَيْنَ الأَيَّامِ وَلا قَضَاءَ عَلَيْهِمَا

Tidak masalah bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa, dan tidak ada kewajiban qadha` atas keduanya. [HR ad-Daraquthni no. 4.269]

Penafsiran serupa juga diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dan penafsiran kedua sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini layak dikedepankan di atas penafsiran Ulama yang lain, karena berhubungan dengan penafsiran ayat dan tidak ada yang menyelisihinya di kalangan Shahabat.

Fidyah bisa dibayar dengan memberikan makanan siap saji secukupnya, sebagaimana dilakukan oleh Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu saat memasuki usia senja.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ ضَعُفَ عَنِ الصَّوْمِ عَامًا فَصَنَعَ جَفْنَةً مِنْ ثَرِيدٍ وَدَعَا ثَلاثِينَ مِسْكِينًا فَأَشْبَعَهُمْ

Dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu diriwayatkan bahwa beliau Radhiyallahu anhu tidak kuat berpuasa (Ramadhan) pada suatu tahun, maka beliau membuat senampan besar tsarid[3] dan mengundang tiga puluh orang hingga membuat mereka kenyang. [HR ad-Daraquthni no. 2390, dihukumi shahih oleh al-Haitsami dan al-Albani][4]

Bisa juga dengan memberikan makanan pokok yang masih mentah. Kadarnya menurut sebagian besar Ulama adalah satu mudd untuk setiap hari yang ditinggalkan. Satu mudd sama dengan 0,25 sha’. Jika satu sha’ sama dengan 2,5 kg, maka satu mudd = 625 gram. Tidak boleh memberikannya kepada orang miskin dalam bentuk uang, karena ayat dan hadits memerintahkan untuk diberikan dalam bentuk makanan.

Untuk maslahat tertentu, misalnya pemerataan, fidyah bisa diberikan melalui panitia penerimaan zakat fitri; karena penerimanya sama yaitu orang miskin. Namun perlu dijelaskan bahwa ini adalah fidyah, agar diberikan hanya kepada orang miskin; karena sebagian orang berpendapat bahwa zakat fitri juga dibagikan kepada delapan golongan penerima zakat.

Dalam ayat dijelaskan bahwa fidyah berupa makanan yang diberikan kepada orang miskin, tanpa penyebutan jumlah tertentu. Dengan demikian, fidyah bisa diberikan kepada orang yang berbeda sesuai jumlah hari yang ditinggalkan sebagaimana dilakukan Anas Radhiyallahu anhu , fidyah 30 hari diberikan kepada 30 orang. Bisa juga diberikan kepada beberapa orang saja, bahkan boleh diberikan kepada satu orang saja.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVIII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] al-Baqarah/2:184
[2] Ithâful Khiyarah 3/113, al-Mathâlib al-‘Aliyah 1047, dan Shahîh Sunan Abi Dawud 7/85.
[3] Tsarid: Roti yang dipotong-potong dan dibasahi kuah daging atau kadang dimakan dengan daging. Tsarid merupakan makanan paling enak pada zaman Nabi dan para sahabat. (Lihat: Tuhfatul Ahwadzi 5/458)
[4] Majma’ az-Zawâ`id 3/164, Irwâ`ul Ghalîl 4/21.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/11609-tidak-kuat-puasa-dan-teknis-pembayaran-fidyah-2.html